Minggu, 13 Maret 2016

KOPDAR

Kemarin sore (13/03/2016) sekitar pukul 14.00 WIB, saya datang ke sebuah kafe di Kota Pontianak-- dalam rangka mewawancarai seorang penggemar batu mulia, yang konon namanya cukup terkenal. Sebut saja namanya Mr. E.

Kala itu beliau menggunakan baju berwarna abu-abu hitam, celana jeans hitam, dan kacamata yang disangkutkan di kepalanya. Ia juga menyusun beberapa batu koleksi di meja tempat kami duduk. Tak berapa lama, datang seorang rekan dari Mr. E--bernama Mr.J, memakai baju berwarna kuning. Mr. J ini terlihat asik memainkan telepon genggamnya, ketika saya curi pandang--terpampang jejaring sosial Facebook di layar. Mr. J ini ternyata juga seorang pedagang batu.

Satu jam kemudian, datang Mr. M--ia merupakan teman dari kedua orang di atas, kebetulan saya juga telah mengenalnya beberapa waktu lalu, hanya saja kali ini tampak beda karena ia agak brewokan, hhahahahaha!

Saat kopdar berlangsung--saya mendapatkan banyak saran dan masukan terhadap dunia perbatuan di Kota Pontianak. Satu di antaranya adalah sebuah nasehat dari Mr. E yang cukup "menggelitik" pemikiran. 

"Bro ... kalau kau mau terjun di dunia perbatuan, harus belajar dari batu-batu mulia. Rajin membaca dan harus meneliti secara langsung karakter fisik batu tersebut. Kalau bisa dibeli saja batu yang kau suka!" kata Mr.E. 

Saya pribadi sepakat dengan pendapat beliau, hanya saja karena modal belum cukup untuk memiliki batu-batu tersebut. Logikanya adalah bahwa membaca itu penting, tapi jika tidak terjun langsung "melatih mata" terhadap batu, maka pengetahuan tidak berimbang.

Ada juga percakapan menarik antara Mr.E dan Mr. J.

"Bung, ente sependapat atau tidak bahwa kecubung Kalimantan adalah yang terbaik di dunia," tanya Mr. J.

"Bagaimana ya"--Mr. E terdiam sejenak--"masalahnya belum ada pengakuan resmi. Susah juga kalau kita beropini tanpa dasar yang jelas. Tapi aku yakin kalau kecubung Kalimantan sanggup bersaing dengan kecubung dari negara lain," jawab Mr. E.

Akhirnya saya mengerti--mengapa banyak sekali kolektor batu menginginkan batu kecubung dari Kalimantan. Mr. E juga menjelaskan mengapa batu akik gambar harganya bisa sangat fenomenal, disebabkan karena "kelangkaan" dan belum tentu ada duanya di dunia untuk satu motif batu. Selain itu untuk mendapatkan gambar yang baik harus membuang banyak bahan lain dalam satu bongkah batu.

Mr. E menjelaskan kepada saya, "Kau tahu? Mengapa batu yang lebih berat, bisa kalah nilainya dengan batu yang lebih ringan?"--ia menunjukkan sebuah batu di tangannya, dan mengambil batu yang agak besar di meja--"ini contoh nyata, yang kecil lebih mahal, hukum '4C' berlaku di sini."

Mr. J juga menambahkan, "Safir dengan kualitas bagus itu, seperti yang dipakai Ratu Inggris di mahkotanya disebut 'Royal Blue Sapphire', bukan 'King Sapphire'. Kadang ada salah kaprah di antara keduanya." 

"Bang, apakah faktor ketidakjujuran penjual juga merupakan satu faktor melemahnya pasar batu sekarang ini?" tanya saya kepada Mr. E.

"Itu termasuk, tapi harusnya pembeli lebih cerdas dan mempelajari karakter batu yang disukainya agar tidak mudah tertipu, pengetahuan tentang batu ini penting," jawab Mr. E.

Di sini saya menyadari, pembelajaran tentang batu harus dimiliki oleh penjual maupun pembeli--agar tercipta harmonisasi yang sehat demi kelangsungan dunia perbatuan itu sendiri. Sudah bukan zaman-nya lagi saling tuduh di era informasi terbuka seperti sekarang.

Saya melihat Mr. M sedang asik memainkan senter-nya ke arah batu-batu yang dikeluarkan oleh Mr. J, ternyata banyak sekali jualannya. Bikin sakit kepala, ingin beli tapi kantong sedang kering. Hahahahah!

Koleksi Mr. E 

Ini koleksi Mr. E yang bikin saya sakit kepala.

Koleksi Mr. J 

Dari beberapa obrolan, saya menangkap bahwa nantinya di masa mendatang, batu-batu yang akan tetap bertahan "kepopulerannya" adalah batu-batu dari semi mulia dan mulia, karena telah terbukti tak termakan zaman.

Sebenarnya masih banyak lagi masukan dan saran dari para "sesepuh" ini, hanya saja banyak juga yang lupa dari ingatan, kali ini saya tidak menggunakan alat perekam suara seperti biasanya. Supaya lebih santai.

Oke, sampai di sini dulu, semoga masih ada kesempatan lain untuk belajar dari para "sesepuh", dan berharap mereka tidak bosan melihat wajah amatiran seperti saya, hehehehe!


Pontianak, 13 Maret 2016

Kontak saya: jhonblackblack4@gmail.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar